Apakah anak saya sudah siap bersekolah?

Sekolah merupakan agen kedua dalam pembentukan karakter anak setelah ibu dan ayah. Selain pembelajaran akademik, Anak akan dihadapkan dengan aturan-aturan dan nilai-nilai yang mungkin berbeda dengan lingkungan di keluarga. Nilai-nilai dan peraturan ini nantinya dapat menjadi bekal bagi anak untuk dapat mempersiapkan diri dalam hidup bermasyarakat. 


Untuk dapat bersekolah, dibutuhkan persiapan yang cukup matang. Kita sebagai orangtua tidak serta merta memasukan anak ke sekolah tanpa memperhitungkan kesiapan mereka. Apakah memang secara fisik sudah mampu, apakah mereka sudah paham konsep-konsep dasar, atau mungkin apakah mereka sudah bisa bantu diri dengan baik? Dan lain sebagainya.


Kita sebagai orangtua sangat perlu mempertimbangkan ini semua. Jika tidak, maka akan banyak dampak negatif yang menyertai. Beberapa diantaranya seperti Anak akan menilai bahwa belajar adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Anak juga akan menjadi tidak percaya diri dan inferior ketika dihadapkan dengan tugas yang belum mampu mereka kerjakan. Pada kasus yang lebih parah lagi anak akan menolak untuk berangkat ke sekolah dan menganggap sekolah adalah tempat yang jauh dari kata menyenangkan. Kondisi ini dapat terjadi pada anak tipikal maupun anak autis. 


Jika pada anak tipikal saja bisa terjadi ketidaksiapan sekolah, lalu bagaimana dengan anak dengan spektrum autis?


Seperti yang kita ketahui, anak dengan spektrum autis memiliki kendala pada komunikasi, emosi, interaksi sosial dan perilaku. Kondisi ini tentu saja akan menghambat kelancaran anak saat bersekolah. Akan tetapi bukan berarti mereka tidak bisa. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa mereka pun mampu bersekolah, malah sampai ke jenjang perguruan tinggi.


Akan tetapi kondisi itu tidak terjadi dengan sendirinya. Ada perjuangan orangtua yang tanpa henti, dan ada juga lingkungan, terutama sekolah, yang ikut andil dalam pencapaian sang anak. 


Jadi apa yang perlu dilakukan agar anak dengan spektrum autis dapat siap untuk bersekolah?


Sebelum membahas apa yang perlu dilakukan, kita lihat dulu aspek-aspek apa saja yang mendukung kesiapan bersekolah.


Menurut UNICEF (2012), terdapat tiga aspek yang mendukung kesiapan bersekolah anak. 

Pertama adalah aspek sosial-emosional. Aspek ini mencangkup mempertahankan perhatian, regulasi emosi, mengikuti instruksi, hubungan sosial dan kognisi sosial. Aspek kedua adalah mengenai bahasa dan literasi. Aspek ini meliputi bahasa yang disampaikan dan kefasihan bahasa. 


Aspek ketiga yaitu keterampilan matematika yang terdiri dari pemahaman awal konsep matematika, pengukuran, dan keterampilan pra-berhitung. Kemudian aspek terakhir adalah sikap belajar, seperti rasa ingin tahu, motivasi, perhatian, kreativitas, inisiatif, dan kemampuan problem solving. 


Aspek-aspek di atas memang cukup luas cakupannya. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok orangtua yang tulus membimbing, lingkungan yang mendukung, dan resource yang memadai. 


Lalu, apa yang perlu dilakukan sekarang?


Pertama-tama, lihat kondisi anak terlebih dahulu. Lakukanlah asesmen pada anak melalui ahlinya. Jika sudah tau dimana letak kendalanya, maka lakukanlah terapi yang terfokus untuk memperbaiki kendalanya tersebut. Untuk lama proses terapi ini sendiri tergantung dari kondisi anak, apakah memang butuh banyak intervensi dari segala aspek, atau hanya membutuhkan beberapa aspek saja yang perlu ditangani.


Akan tetapi untuk gambaran awal, Mums and Dads dapat menggunakan ceklist berikut sebagai acuan awal. 


Pertama, adakah perilaku distruptif pada anak? Perilaku ini contohnya tantrum yang berlebihan, melukai diri sendiri atau orang lain, dan masalah pada regulasi diri. Kondisi ini sebaiknya diminimalisir terlebih dahulu sebelum anak akan disekolahkan.


Kedua, apakah anak sudah mampu melakukan bantu diri dengan baik? Bantu diri ini misalnya anak mampu untuk pergi ke toilet dan bebersih secara mandiri, mampu melepas dan memakai baju sendiri, dan makan tanpa dibantu.


Pada poin ketiga, apakah anak sudah memiliki sikap belajar yang baik? Misalnya apakah anak sudah memiliki rasa ingin tau, motivasi, kemampuan problem solving, dan mempertahankan dan mengarahkan perhatian? Jika sudah maka bisa jadikan kondisi tersebut sebagai pertimbangan.


Dan yang terakhir adalah kemampuan sosial. Pada tahap ini apakah anak sudah mampu menunggu giliran dan paham dengan konsep-kosep mengantri dan sebagainya? Selain itu apakah anak juga sudah mampu kooperatif dan bermain dengan baik saat bersama temannya? Jika iya maka kondisi ini juga bisa jadi pertimbangan selanjutnya.


Itulah beberapa checklist yang bisa dijadikan pertimbangan Mums and Dads. Akan tetapi, alangkah lebih baik jika konsultasikan dulu kepada psikolog untuk mengambil keputusan yang tepat mengenai anak.


Baik Mums and Dads, sampai di sini dulu tulisan kali ini. Terimakasih banyak sudah membaca, semoga bermanfaat. Salam.



Mulyono, S.Psi

image
image